Israel Masih Terus Bom Sekolah-Sekolah di Gaza
Israel masih terus bom sekolah-sekolah di Gaza. Mengapa orang-orang Palestina masih terus berlindung di gedung-gedung sekolah di Gaza? sedangkan Israel masih terus mengebom sekolah-sekolah yang terdapat di Gaza. Warga Palestina yang mengungsi masih berharap mendapatkan perlindungan dan akses ke perlengkapan terbatas di sekolah-sekolah Gaza yang dikelola PBB. Kabar buruknya adalah, hingga saat ini total delapan sekolah yang di kelola PBB sebagai tempat berlindung warga Palestina di gaza hancur di bom Israel kurun waktu 10 hari terakhir. Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) mengatakan total 120 lembaga pendidikan mereka terkena dampak sejak Israel mulai perang pada 7 Oktober di Gaza. Baca juga “Israel Bom 6 Sekolah PBB di Gaza“
Para keluarga yang tinggal mengungsi di ruang kelas yang sudah tidak digunakan lagi menghadapi kelelahan dan trauma. Serta kondisi tempat penampungan yang penuh sesak, tidak sehat dan melampaui kapasitasnya. Meskipun dalam kondisi sulit dan sangat beresiko di bombardir, banyak yang mencari tempat relatif aman di sekolah-sekolah PBB. Sebagian berpedoman pada memori perang masa lalu, tempat ini menjadi tempat berlindung dan setidaknya sejak 2017. Beberapa diantaranya dirancang berfungsi ganda sebagai tempat berlindung darurat dengan fasilitas listrik, sanitasi, dan generator tambahan.
Perlindungan Warga Palestina
“Kamu berharap afiliasi PBB melindungi kamu?” kata jurnalis Muhammad Mhawis, 25 tahun, yang berlindung di sekolah yang di kelola oleh PBB bersama istri, anak berusia dua tahun, setelah serangan Israel menghancurkan rumah mereka pada bulan Desember, menjebak mereka dibawah reruntuhan selama 2 jam sampai tetangga menggali dan menyelamatkan mereka dari runtuhan tersebut.
“Kamu perlu ingat, hanya ada sedikit komplek perumahan atau tempat lain di Gaza yang bisa anda jadikan tempat berlindung” katanya mengingat bagaimana para tetangga nya telah membawa keluarga yang terluka itu masuk setelah menyelamatkan mereka. Sekarang menjadi jelas apartemen itu penuh sesak. Namun pemboman dan serangan darat Israel di lingkungan tempat mereka berlindung memaksa keluarganya berjalan kaki selama satu setengah jam. Ke sekolah terdekat yang dikelola PBB, yang biasa ditempuh dengan waktu 15 menit jika menggunakan mobil.
“Itu titik pusat. Tidak ada tempat lain dimana anda bisa mengakses bantuan atau obat-obatan,” katanya, berbicara dari kairo tempat keluarganya sekarang tinggal. “Yang jelas tidak banyak. Semuanya terbatas. Anda menghabiskan seluruh waktu untuk mengantri untuk mendapatkan yang lebih sedikit. Tetapi itu berarti sesuatu”.
Mohammed menambahkan, bahwa, dari sudut pandang praktis, Anda tidak dapat berbagi apa yang tidak anda miliki. Semakin banyak orang di sekolah berati semakin dikit pula makanan, minuman serta obat-obatan yang tersedia”.
Di musim dingin, kasur dan selimut sangat terbatas dan warga pengungsi disana terpaksa mengonsumsi air yang telah terkontaminasi. Sehingga menyebabkan resiko jatuh sakit dan selalu ada ancaman pengeboman.